Kegiatan seminar ini, dipandu oleh dr. Nani Widorini,Sp.PD selaku moderator dan diikuti oleh sejumlah 55 orang peserta yang berlangsung secara hybrid terdiri dari Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Dokter Umum maupun tenaga kesehatan lainnya.
Berikut kesimpulan sesi Materi yg dipaparkan oleh para Speaker :
Materi oleh dr. Ika Trisnawati,M.Sc., Sp.PD-KP :
- Inflamasi ada lah fitur yang mendasari asma, yang umumnya membutuhkan obat Pelega/Pengontrol
- Tujuan tatalaksana Asma selain untuk memastikan tingkat kontrol asma, juga meminimalkan risiko eksaserbasi
- Penggunaan SABA ≥ 3 canisters/tahun meningkatkan risiko eksaserbasi berat
- GINA merekomendasikan semua pasien asma remaja-dewasa SEHARUSNYA mendapat terapi yang mengandung ICS (pengontrol)
- Dosis rendah ICS/formoterol (seperlunya) merupakan pelega & pengontrol pilihan pada pasien asma ringan, sedang, dan berat
- Konsep Pelega Anti-Inflamasi: SETIAP HISAPAN yang digunakan pasien untuk mengatasi perburukan gejala JUGA mengatasi infamasi yang mendasari asma, sehingga MELINDUNGI pasien dari eksaserbasi
- Budesonide-formoterol pelega anti-inflamasi dengan pengontrol lebih efektif dalam menurunkan risiko elsaserbasi vs saba (+/- pengontrol); pada asma ringan, sedang, maupun berat
Materi oleh dr. Rachmad Aji Saksana, M.Sc., Sp.PD :
- Strategi tatalaksana PPOK tentama berdasar pada penilaian individu dari gejala dan risiko eksaserbasi
- LABA/CS memberikan benefit untuk pasien PPOK dengan profil: a. Riwayat asma atau temuan gejala asma b. Pasien 1x eksaserbasi/tahun, kadar darah perifer ≥ 300 eos/uL. c. Pasien ≥ 2x eksaserbasi moderate per tahun atau min 1x eksaserbasi berat yang membutuhkan hospitalisasi 1 tahun sebelumnya dengan kadar EOS darah ≥ 100 sel/uL
- Budesonide/formoterol terbukti memperbaiki gejala pagi hari dan menurunkan resiko eksaserbasi lebih baik dibandingkan salmeterol/futikason
- Budesonide/formoterol terbukti menurunkan angka mortalitas akibat pneumonia lebih baik dibandingkan salmeterol/futikason
- Selama COVID-19, GOLD merekomendasikan pasien untuk tetap melanjutkan pengobatannya, dan belum ada bukti ilmiah yang mendukung untuk menghindari penggunaan kortikosteroid inhalasi (atau oral) pada pasien PPOK*
Dengan terlaksananya kegiatan diatas, diharapkan membantu menjaga update keilmuan yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan pedoman terbaru. Tetap semangat memberikan pelayanan dan kontribusi terbaik untuk kualitas kesehatan masyarakat Indonesia.
PAPDI Jaya